COD dengan Cewek Malaysia Jilid 2

COD dengan Cewek Malaysia (jilid 2)
.
.
.
COD jilid 1 terjadi hari Minggu (20/1) di Markas Rindu Buku. Cewek Malaysia ini bernama Nurain. Datang bersama dua temannya: Syakira dan Khadijah. Pertemuan pertama berlangsung akrab dan asyik. Mereka belanja 44 buku dengan total Rp. 2.070.000. Sang Alkemis karya Paulo Coelho dan Berbicara Tentang Perempuan karya Prof.  Dr. Hamka jadi judul dengan eksemplar paling banyak.
.
COD jilid 2 baru saja terlaksana hari ini (Rabu, 23/1) di sebuah homestay, di Jalan Veteran. Jelang magrib saya antarkan buku pesanan cewek Malaysia yang mau mudik hari Kamis pagi ini. COD jilid  2 mencatatkan invoice Rp. 357.000 untuk buku sejumlah 12 eksemplar. Delapan eksemplar diantaranya judul Tarbiyah Ruhiyah terbitan Rabbani Press.
.
Hmm.... Ada kejadian cukup unik di episode COD jilid 2. Nurain WA saya "Bisa tolong belikan saya 3 kotak kosong sederhana dan tape? Maaf kalau menyusahkan." Saya jawab dengan santai, "Bisa." Tak lama kemudian dia, "Maaf nggak jadi kotaknya. Supir saya sudah belikan"
.
Tahukah kamu arti kotak kosong sederhana? Ya, itu artinya kardus kosong. Semula saya juga bingung, namun setelah berpikir sebentar, saya bisa menangkap maksud perempuan dari negeri Jiran itu. Untuk memastikan, saya kirimi dia foto kardus. Dia pun menjawab, "Iya."
.
Saya meluncur ke tempat penginapannya dengan dituntun oleh Mbah Google Maps. Saya sampai di pintu rumahnya. Pesan WA terbaru dari dia kalah cepat dengan gerak tubuh dan laju motorku. Sebelum saya bilang sudah sampai, saya tengok WA-nya: ada 2 chat.
.
"Bisa bantu saya beli tape gak? Beli 5 tape."
"Tape untuk kotak."
.
Nah... Saya baru paham, kalau tape itu bukan makanan dari ketan dan juga bukan tape recorder. Tapi tape adalah ..... ya, lakban. Padahal jika nanti dia bilang "mana tape-nya?" Saya mau ajak dia diskusi dulu, tape seperti apa yang dia sukai? Apakah tape dari ketan. Atau tape dari singkong? Mau beli berapa Kg atau berapa bungkus? Dan mau beli di toko mana?
.
Akhirnya saya berbalik arah untuk cari warung yang sedia lakban. Padahal saya sudah di depan rumahnya--saya tahan untuk tidak ngabarin dia dulu sebelum saya mendapatkan tape kesukaannya. Masuk ke toko pertama, tape harga 15.000. Kok rasanya mahal, dan warnanya juga hitam. Saya bilang ke pemilik toko "yang warna coklat ada gak pak?" Dia menggeleng.
.
Masuk ke toko kedua... Adanya tape bening. Tape bening saya pikir kurang kuat dan tidak bisa menutupi aib-aib, sehingga saya berlari ke toko ketiga demi mencari tape warna coklat (sori, warnanya cokelat semi kuning ya lebih tepatnya?).
.
"Berapa pak harganya?"
.
"Ada yang Rp. 15.000 dan Rp. 10.000."
.
"Coba lihat semuanya Pak."
.
Saya lihat keduanya. Merk nya Naci Tape. Saya rasa, yang Rp. 10.000 tebalnya cuma setengah yang Rp. 15.000. Jadi, saya putusan beli yang mahal sekalian. Saya sodorkan duit 100.000, kemudian saya terima 5 tape dan kembalian 25.000.
.
Saya sampai homestay untuk kedua kalinya. Saya call WA. Terdengar suara perempuan menjawab dengan logat Melayu yang sangat kental. Intinya, saya bilang sudah di depan, lalu dia jawab "okey saya turun."
.
Dia ajak saya masuk ke ruang tamu. Lalu, saya perlihatkan ke Nurain "Benarkah seperti ini yang dimaksud." Iya benar sekali.
.
"Semula saya kira tape itu makanan. Kalau di Indonesia tape itu makanan. Kalau tape yang saya pegang ini, di sini artinya LAKBAN."
.
"Oh... Lakban." Dia ucap begitu. Lumayan ya dapat oleh-oleh kosakata dari saya?
.
"Berapa ini total semua? Sama ongkir sekalian?"
.
"357.000 saja. Ongkir gak usah."
.
"Oyaya.... Saya kira 375.000. Terimakasih ya sudah sudi menghantarkan... Maaf ini uangnya kecil-kecil."
.
"Oh ya, gak papa."

----THE END----
***

Obrolan masih ada sebenarnya. Tapi saya TAMAT kan sampai di sini saja. Capek ngetiknya gaes. Sisanya buat bahan obrolan kopdar saja....


Jogja, 23 Januari 2019

Komentar